Dalam Kurung

Latihan Menulis Lagi

Sedikit dari Mana-Mana tentang Apa-Apa

Nayaka Angger

--

Foto oleh howling red di Unsplash

1.
Luis Sepúlveda, dalam novelnya “Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta” (Un viejo que leía novelas de amor), meriwayatkan bagaimana Suku Shuar di pedalaman Ekuador mencintai seseorang di luar kelompoknya — sesuatu di luar dirinya.

“Itu sebabnya ia harus terus pergi dari waktu ke waktu. Seperti yang mereka jelaskan, baik baginya untuk tidak jadi satu dengan mereka. Mereka ingin melihatnya, ada bersamanya, tapi juga ingin merasakan ketidakhadirannya, rasa sedih karena tidak bisa bercakap-cakap dengannya, dan gembira di hati sewaktu melihatnya lagi.”

Keberadaan dan ketiadaan bersanding dalam satu domain nilai yang setara. Hadir dan tidak hadir jadi komplementer: yang ada dan nihil jadi saling mengisi, saling menggenapi muatan eksistensi satu sama lain.

Dalam konteks yang selaras, manusia semestinya tak saling melupakan kesalahan satu sama lain, sebagaimana kita tak saling melupakan kebaikan satu sama lain.

Keburukan diri menjadi bagian padu dari kebenaran dan bukti eksistensi individu di dunia ini. Kebernyataannya dihadirkan oleh relasinya dengan orang lain yang terwujud melalui pertukaran baik dan buruk, benar dan salah, putih dan hitam — serupa langgam Antonio José Bolívar, pak tua protagonis kisah ini, dicintai oleh Suku Shuar lewat kehadiran dan ketidakhadirannya.

Sebagaimana kebaikan, pasti terdapat keberengsekan dalam setiap diri manusia. Untuk melupakan salah satunya sama dengan menihilkan riwayat yang membentuk seorang manusia seutuhnya.

Pembacaan alternatif atas frasa “forgive, but never forget”.

2.
Semisal
kompleksitas ideologi 7,8 miliar manusia boleh direduksi dengan tak terhormat menjadi arah jalan di pertigaan, maka saya adalah penubuhan kanan dengan sentimen kiri.

Belum jelas apa implikasi konkret dari konfigurasi itu, tetapi saya cukup yakin bahwa di satu sisi saya tidak berguna, tapi di lain sisi saya juga bagian dari kelompok mayoritas.

Tentu saja bukan tidak berguna tidak berguna. Mungkin tidak berguna yang condong pada ketidakmampuan individu untuk berkontribusi besar dalam pergeseran arah peradaban. Kuatnya kalau keroyokan.

Memang lebih aman jadi yang tidak berguna. Yang Berguna biasanya sedikit dan sendiri. Yang Berguna cepat dipanggil yang kuasa: entah Tuhan atau surat penangkapan, sengaja atau tidak sengaja.

3.
Permainan
kata dan prinsip hidup adalah kombinasi permenungan yang apik untuk menghabiskan waktu ketika buang air besar. Kira-kira begini hasilnya.

Ketika bicara diri, ada tiga ranah paling mendasar — semacam “lingkar dalam” — yang bisa dikategorisasi: raga, rasa, dan rasio.

  • Raga adalah dimensi tubuh. Ini bukan hanya tentang massa otot, tetapi juga indera yang terasah, intuisi dan ketangkasan, kapabilitas teknis serta kehalusan seni, ketahanan tubuh, refleks dan kemampuan bela diri, serta kecakapan adaptasi fisik di berbagai lingkungan.
  • Rasa adalah dimensi jiwa dan spiritualitas — tidak harus juga percaya Tuhan. Ranah ini mencakup kepekaan terhadap diri, mengetahui dan mengakui ketika sebuah emosi dan pikiran menyeruak tanpa perlu bereaksi secara berlebihan terhadapnya. Selain itu: apresiasi terhadap hal yang bukan-diri sebagai apa adanya, sebagai hal yang memengaruhi diri, serta sebagai hal yang dapat dipengaruhi oleh diri.
  • Rasio adalah dimensi pengetahuan dan nalar, seperti bahan bakar dan kendaraan. Akumulasi pengetahuan lewat berbagai sumber seperti buku, orang lain, juga pengalaman hidup dan kerja. Nalar adalah penajaman daya kritis dan analisis, kemampuan memecahkan masalah, penguasaan teknologi dan alat bantu pikir, sensibilitas dan kreativitas, serta pembiasaan pada keadaan tak nyaman dan tak terduga. Produk nalar bisa jadi pengetahuan baru, produk pengetahuan bisa jadi pisau nalar.

Relasi antar-ranah saling menyokong: tidak bisa ditinggalkan satu pun karena akan mengganggu keseimbangan keseluruhan diri, tetapi pengembangan yang satu juga akan mengembangkan yang lain.

Lalu, untuk apa konsep-konsepan ini dibuat? Untuk memudahkan mengetahui apa hari ini sudah mengembangkan diri. Lari pagi? Raga, cek. Telepon ibu di rumah? Rasa, cek. Baca koran? Rasio, cek.

Jadi lebih baik itu sederhana, yang rumit itu tulisan ini.

P.S.
Lain waktu kita bahas lingkar luar:
kuasa, mitra, dan artha.

4.
Komik
punya kesempatan yang sama dengan jurnal ilmiah, buku politik, film sejarah, lagu Korea, atau nasihat ibu untuk mengajarkan sesuatu.

“Pirates are evil? The Marines are righteous? These terms have always changed throughout the course of history! Kids who have never seen peace and kids who have never seen war have different values!

Those who stand at the top determine what’s wrong and what’s right! This very place is neutral ground! Justice will prevail, you say? But of course it will! Whoever wins this war becomes justice!”

— Donquixote Doflamingo, One Piece

Artikel ini merupakan percobaan dari (rencana) seri mingguan Paspor Imajiner yang akan jadi dipan untuk membaringkan cuplikan-cuplikan pikiran saya dari mana-mana tentang apa-apa.

Dipantik oleh catatan pinggir Alvaryan Maulana.

--

--